PBB P2 - Part 2
Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak ( NJOPTKP )
a. NJOP yangdigunakan dalam perhitungan besarnya pajakterutang adalah NJOP setelah dikurangi dengan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak(NJOPTKP).
b. NJOPTKP adalah batas NJOPatas bumi dan atau bangunan yang tidakkena pajak. NJOPTKP diberikan kepada setiap Wajib Pajak. Besarnya NJOPTKPditetapkan paling rendah sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak,dan besarannyaditetapkan dengan Peraturan Daerah.
c. Pemberian NJOPTKP diberikan kepadasetiap Wajib Pajak, hal tersebut berarti apabila WajibPajak memiliki lebih dari satu objek, maka yangberhak memperoleh NJOPTKP hanya satu objek.
Perhitungan PBB
Besaranpokok PBB-P2yang terutang dihitung dengan caramengalikantarif PBB dengan dasar pengenaan pajak setelah dikurangi NJOPTKP.UUPDRDmengaturbahwatarif PBB-P2ditetapkanpalingtinggi sebesar 0,3%, dan diatur dengan PeraturanDaerah.
PBB terutang = tarif x (NJOP – NJOPTKP)
SPPT
a. Surat yang digunakan untuk memberitahukanbesarnya PBB-P2 yang terutang kepada Wajib Pajak.SPPTditerbitkan berdasarkan isian Wajib Pajakdalam SPOP.
b. Kepala Daerah menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak.
c. SPPT merupakan salah satu dasar penagihan pajak, sehingga keterlambatan pembayaran atas SPPT,dapat ditindaklanjuti dengan tindakan penagihan oleh Pemerintah Daerah.
Surat Ketetapan Pajak Daerah
Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) adalah surat ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok Pajak yang terutang. Kepala Daerah dapat mengeluarkan SKPD dalam hal-hal sebagai berikut:
- SPOP tidak disampaikan dan setelah Wajib Pajak ditegur secara tertulis oleh Kepala Daerah sebagaimana ditentukan dalam SuratTeguran;
- berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lainternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOPyang disampaikan oleh WajibPajak.
Berdasarkan ilustrasi di atas, seandainya data tersebut diketahui oleh Pemerintah Daerah namun bukan berasal dari isian SPOP, maka atas PBB yang terutang tidak ditetapkan menggunakan SPPT, melainkan menggunakan SKPD. Jangka waktu pembayaran atau penyetoran Pajak terutang untuk jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah paling lama adalah 1 (satu) bulan sejak tanggal dikirimnya SKPD. Pembayaran SKPD dilakukan menggunakan SSPD.
Pembetulan
Pembetulan dapat dilakukan oleh Kepala Daerah untuk SPPT, SKPD, atau STPD. Pembetulan dilakukan apabila terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapanketentuan tertentu dalam peraturan perundang- undangan perpajakan daerah. Kesalahan yang dapat dilakukan pembetulan antara lain:
1. Kesalahan tulis, antara lain kesalahan yang dapat berupa nama ,alamat, Nomor Objek Pajak (NOP) luasan ,Tahun Pajak, dan tanggal jatuh tempo.
Contoh: Wajib Pajak bernama SUBACHIR, namun pada SPPT tertulis SUBAHIR.
2. Kesalahan hitung,antaralain kesalahan yang berasal dari penjumlahan dan/atau pengurangan dan/atauperkalian dan/atau pembagian suatu bilangan
contoh: Total NJOP Rp111.565.000 (NJOP Bumi Rp41.000.000 dan NJOP bangunan Rp70.565.000) namun di SPPT Total NJOP tertulis Rp41.000.000.
3. kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, yaitu kekeliruan penerapan tarif, kekeliruanpemberian NJOPTKP, dan kekeliruan klasifikasi.
Contoh: Atas objek yag dimilikinya, Wajib pajak seharusnya memperoleh NJOPTKP, namun pada SPPT tidak terdapat NJOPTKP.
Pengertian “membetulkan” antara lain, menambahkan,mengurangkan atau menghapuskan tergantung pada sifat kesalahan dan kekeliruannya . Jika masih terdapat tulis , kesalahan hitung , dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak dapat mengajukan lagi permohonan pembetulan kepadaKepala Daerah.
Mutasi Objek/Subjek
Mutasi objek dan/atau Subjek PBB dilakukan apabila terdapat perubahan atas data objek dan/atau subjek PBB yang terjadi karena adanya pengalihan hak, penggabungan, atau pemecahan NOP, yang mengakibatkan berubahnya pihak yang dikenakan kewajiban membayar pajak (Wajib Pajak).
1. PengalihanHak
Pengalihan hak dapat terjadi karena adanyajual beli, sewa menyewa, tukarmenukar, dsb. Karena tanah dan bangunan sangat mudah dipindahtangankan, maka frekuensi terjadinya mutasi cukup tinggi. Dalam pengalihan hak, terjadi mutasi subjek/Wajib Pajak PBB, sedangkan objeknya tidak mengalami perubahan.
Misalnya sebidang tanah semula milik Hasan, pada akhir Desember 2016 dijual kepada Heru. SPPT tahun pajak 2017 masih terbit atas nama Hasan. Maka Heru dapat mengajukan permohonan mutasi untuk diubah Wajib Pajak-nya dari Hasan menjadi Heru.
2. Penggabungan
Penggabungan terjadi apabila lebih dari satu objek, digabung menjadi satu objek
Misalnya Ny. Rani memiliki sebidang tanah seluas 100m2, tanah tersebut dijual kepada tetangganya Ny. Rina. Karena letaknya bersebelahan, Ny Rina mengajukan permohonan penggabungan atas tanah tersebut. Tanah yang semula terbit 2 (dua) SPPT atas nama
Ny. Rani dan Ny. Rina maka akan menjadi satu SPPT, yaitu atas nama Ny. Rina saja.
Pemecahan
Pemecahan merupakan kebalikan dari proses penggabungan. Apabila di proses penggabungan, 2 (dua) objek dijadikan 1 (satu) objek, maka untuk pemecahan ,1(satu) objek menjadi 2(dua) NOP atau lebih.Misalnya sebidang tanah seluas 1.000m2 a.n Haji Lulung diubah menjadi sebuah cluster perumahan, yang terdiri dari 20 rumah. Atas SPPT seluas 1.000m2 diajukan pemecahan menjadi 20 NOP.
Tidak ada komentar