Penafsiran P3B
Konvensi Wina - Interpretasi / Penafsiran P3B
Konfensi Wina ( Vienna Convention ) banyak digunakan untuk Penafsiran/interpretasi tax treaty ( P3B) . Konfensi Wina ditandatangani oleh 60 negara pada tanggal 18 April 1961, meskipun tidak ditandatangani oleh seluruh negara namun Konvensi Wina ini telah dianggap hukum kebiasaan Internasional .Menurut Konvensi Wina , ada 3 hal pokok dalam melakukan penafsiran /menginterpretasikan Tax Treaty yaitu meaning , purposes dan context . Dalam Konferensi Wina pasal 31 ayat 1 dijelaskan bahwa DTA harus diinterpretasikan dengan niat baik , sesuai arti yang berlaku umum serta sesuai dengan tujuan Tax Treaty . Jika terdapat penafsiran yang belum memuaskan / kurang jelas maka bisa menggunakan Konferensi Wina Pasal 32 dimana menggunakan UN atau OECD Commentary .
Jika belum memuaskan juga / kurang jelas bisa menggunakan hukum domestic masing-masing negara ( P3B Pasal 3 ayat 2 ) . Ada 2 penafsiran yaitu :
1. Static Interpretation
Static Interpretation atau interpretasi statis adalah penafsiran menurut hukum pajak yang berlaku pada saat P3B ditandatangani .
Contoh : Misalnya Terjadi kasus antara Indonesia dan Australia pada 2020 mengenai P3B kedua negara , maka hukum yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah hukum pajak yang berlaku saat P3B dulu dibuat ( misal 2016 )
2. Ambulatory Interpretation
Ambulatory Interpretation atau Dinamic Interpretation adalah penafsiran menurut hukum pajak yang berlaku pada saat P3B ditandatangani yang berubah terus menerus .
Contoh : Masih sama denga kasus tadi semisal terjadi kasus antara Indonesia dan Australia pada 2020 mengenai P3B kedua negara , maka hukum yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah hukum pajak yang berlaku saat ini ( tahun 2020 )
Kedudukan P3B di Indonesia
Kedudukan P3B Indonesia bersifat Lex Specialist dari Undang-Undang PPh . Jadi semisal ada konflik karena perbedaan pengenaan /cara pemajakan maka yang digunakan adalah ketentuan dalam Tax Treaty .
Tidak ada komentar