Kasus Faktur Pajak TBTS di Indonesia
Faktur Pajak TBTS atau Faktur Pajak Tidak Berdasarkan Transaksi Sebenarnya adalah faktur pajak yang dibuat dengan tidak sesuai ketentuan. Modus yang digunakan oleh para pelaku penerbit Faktur Pajak TBTS ada beberapa jenis . Modus yang paling sering digunakan adalah melakukan transaksi yang sebenarnya tidak ada lalu menerbitkan faktur pajak dan mengkreditkannya sebagai Pajak Masukan yang akan mengurangi Pajak Keluaran sehingga pajak yang disetor ke negara menjadi berkurang bahkan Lebih Bayar sehingga menyebabkan Restitusi . Seperti Kasus tersangka DR yang terjadi di Sumatera Utara , dimana tersangka DR melakukan transaksi fiktif melalui perusahaan – perusahaan yang dia miliki salah satunya yaitu CV. KJP .Lalu ada juga modus yang dilakukan oleh perusahaan / wp yang menggunakan jasa orang lain , atau yang biasa disebut calo . Seperti kasus yang terjadi di Sidoarjo , Jawa Timur dimana CV.DJT menggunakan calo berinisial TS untuk mencarikannya faktur pajak fiktif . Lain lagi dengan kasus Amie Hamid , Amie Hamid menerbitkan faktur pajak fiktif dan menggunakan hasilnya untuk membeli barang-barang sehingga dijerat pencucian uang atau TPPU ( Tindak Pidana Pencucian Uang ) .
Sejak tahun 2016 tepatnya 1 Juli 2020 , Direktorat Jenderal Pajak resmi mengeluarkan PER-16/PJ/2014 yang mengatur tentang penggunaan E-Faktur atau Faktur Elektronik . PKP secara keseluruhan tidak lagi menggunakan FP Kertas dan beralih menggunakan FP Elektronik . Tujuan adanya E-Faktur ini tidak lain adalah mencegah adanya praktik penyalahgunaan faktur pajak ( fiktif / TBTS ) yang merugikan negara . Faktanya dengan adanya E-Faktur memang mempersempit ruang gerak pelaku penerbit faktur pajak fiktif . Namun , sampai sekarang praktik penerbitan faktur pajak TBTS masih tetap ada . Dari 12 kasus yang dijadikan contoh diatas , terdapat 7 kasus yang dilakukan oleh para pelaku dalam kurun waktu diatas 2016 , sisa 5 kasus lainnya dilakukan sebelum tahun 2016 namun dilakukan penyelidikan dan penangkapan pada tahun setelah 2016 . Salah satu contih kasusnya adalah Kasus Mr.Lee asal Korea Selatan . Mr.Lee menggunakan PT.Beronica untuk menerbitkan faktur pajak fiktif.Modus yang digunakan biasanya mereka adalah satu Grup Perusahaan ( Satu Pemilik ) contohnya dalam kasus tersangka AS yang memiliki perusahaan PT.LSE , PT.PJE , PT.PIK . AS menggunakan ketiga perusahaanya tersebut untuk menerbitkan FP TBTS . Per tahun 2018 , Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan suspend terhadap 1049 Wajib Pajak yang terindikasi melakukan penerbitan FP yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya atau TBTS . Memang dengan adanya E-Faktur memang mengurangi namun belum bisa menghilangkan adanya kasus penerbitan Faktur Pajak TBTS .
Infografis Kasus TBTS :
Tidak ada komentar